Sumber: https://apocalypticwonder.wordpress.com/ |
Kapan, dimana dan siapa? Adalah pertanyaan yang selalui membayang jika pikiran sudah terlena dengan sebuah masa depan. Mengimajinasikan pikiran tentang sebuah masa depan adalah hal yang bagi saya mengaduk perasaan dengan sendirinya. Rasa khawatir, takut, senang, bahagia, cemas serasa berhilir mudik bergantian mengarungi lautan rasa. Tak jarang saat malam yang menjemput bersama tebaran bintang dan selimut dingin , perlahan saya mulai membuka pikiran, membuka setumpuk kertas yang ya, saat ini hanya menjadi sampah yang memenuhi loker saya. Ya, sampah yang akan selalu saya jaga, sampai ? Entah sampai kapan. Bahkan saya berharap ketika kaki tak lagi berpijak di bumi Tuhan sekalipun, saya ingin ada yang rela hati untuk sekedar menjaganya layaknya saya.
Kertas kuning, biru, pink, hijau dan putih. Kertas warna-warni yang menjadi teman hidup saya. Teman hidup yang selalu saja punya cara untuk mempotret setiap moment yang kecil kemungkinannya bahkan lebih besar ketidak mungkinannya untuk terulang kembali. Moment yang tak selalu indah. Moment yang menyakitkan, mengecewakan sekalipun bergantian melukis diatasnya. Tapi, apapun moment itu, selalu saja membacanya akan terasa menjadi hal yang membahagiakan bagi saya. Ya, bisa jadi tersimpulkan bahwa cara mengubah hal yang mengecewakan menjadi hal yang membahagiakan adalah dengan menuliskan ceritanya dan membacanya sehari, seminggu, sebulan ataupun setahun setelahnya. Simply life.
Semenjak kecil saya sangat menghargai setiap moment. Menghargai setiap detik cerita, rasa dan aroma yang Allah anugerahkan kepada saya. Entah, bagi saya hidup hanyalah sekali. Dan 13 Desember 2014 hanyalah terjadi hari ini. Tidak akan terulang lagi dikemudian hari, ataupun hari ini bukanlah sebuah adegan reka ulang di masa sebelumnya. Terulang sekalipun pasti setiap detailnya tak akan sama. Selalu saja ada improvisasi di setiap cerita meskipun, pernah ada kata dejavu yang terjadi. Ya, meskipun pernah juga saya katakan bahwa hidup adalah menyoal tentang pengulangan, improvisasi dan perubahan posisi saja. Tapi, pada akhirnya tetap saja “moment is happen only just one time in long time of life”. Dan karenanya, tiada lagi pilihan terbaik yang bisa dilakukan, kecuali dengan berusaha untuk mengabadikannya.
Mengabadikan setiap moment pun banyak caranya. Setiap orang memiliki caranya masing-masing untuk menghargai setiap moment yang terjadi dalam kehidupannya. Memotret, menulis, merekam, atau hanya sekedar just remember it, meletakkan setiap a capture of moment di tempat teraman dalam pikiran dan ingatannya. Dan kertas warna-warni itulah yang menjadi media dan cara saya untuk mengabadikan setiap moment sebagai bentuk penghargaan terhadap kehidupan saya sendiri. Ya, tiada cara lain bagi saya kecuali dengan berusaha untuk menuliskannya.
Sejujurnya, kertas warna-warni yang menyampah diloker saya tak hanya sekedar menyimpan cerita – cerita di hari kemarin-kemarin saya. Tetapi disana jugalah ada cerita yang sudah saya rancang, saya skenariokan yang kemudian Tuhan menyetujui dan menjadikannya sebagai takdir yang terjadi pada hari ini, atau mungkin besar harapan Tuhan akan melakukan hal yang sama untuk skenario kehidupan yang sudah saya buat untuk setahun , sepuluh tahun ataupun tigapuluh tahun kedepan dalam kehidupan saya. Yap, disana juga tertera dengan jelas imajinasi tentang masa depan saya.
Masa depan yang sangat erat kaitannya dengan sebuah ketidakpastian dan ketidak jelasan. Tapi entah saya sangat merindukan dan menanti setiap detailnya akan menjadi kenyataan. Ya, memang crazy ya.. Bagaimana mungkin kita merindukan hal yang tidak pasti dan tidak jelas ? Haha, tapi memang begitulah fitrah manusia dengan segala kemampuan yang Tuhan berikan bersama imajinasinya. Tak ada yang salah dengan hal ini. Imajinasi yang bisa dikatakan sebagai sumber dari munculnya sebuah ruang kekecewaan, karena memang kekecewaan itu terjadi karena ketidak selarasan antara imajinasi dalam bentuk harapan dan apa yang sebenarnya terjadi yang tergambar dalam bentuk takdir sekalipun, tak bisa dipungkiri bahwa memang manusia sekarang mampu bertahan hidup semua itu karena imajinasinya. Ya, imajinasinya akan sebuah masa depan, imajinasinya tentang segala surga neraka sebagai janji Tuhan, imajinasi yang teraplikasikan melalui kata “Jika” dan “seandeinya”. Bahkan kadang saya berfikir jika seandeinya manusia tidak dianugerhi kemampuan akan berimajinasi. Mungkin manusia akan memutuskan untuk bunuh diri saja hari ini. Ya, memang manusia itu hidup dengan imajinasi akan harapan-harapannya. Maka benar memang, bahwa “orang yang akan memenangkan kehidupan nanti, adalah orang yang hari ini mampu untuk bermimpi besar, berekspektasi besar, dan memiliki harapan yang besar”.
Setiap kali saya membolak – balik sampah warna-warni saya. Seperti saya sedang berdiri pada jembatan akan sesuatu hal yang lalu dan sesuatu hal yang belum terjadi. Seperti berdiri pada jembatan masa lalu dan masa depan. Banyak masa lalu yang saya tuliskan disana, dan juga banyak masa depan yang saya tuliskan disana. Ya, segalanya sama-sama berkutat dengan imajinasi. Imajinasi akan sesuatu hal yang sudah jelas terjadi dan imajinasi akan sesuatu hal yang belum jelas terjadi. Hanya itu yang menjadi pembedanya, sekali lagi tentang kejelasan dan ketidak jelasa, tentang sebuah kepastian dan ketidak pastian. Begitulah hukum kerja sebuah imajinasi akan masa lalu dan masa depan.
hmm... salalu ada masa kelam dan masa indah dalam setiap lembar kertas warna-warni. masa kelam yg kadang terasa pait jika harus di buka kembali. Dan terkadang masa kelam itu menjadi bisu dalam penyesalan. jika masa kelam itu adalah lembar warna hitam, kelak bisa kah kertas itu jadi putih? atau bahkan bewarna ?
ReplyDelete